Selasa, 08 Februari 2011

Beban Masyarakat Desa

62 Tahun Indonesia merdeka,  Pemerintah sudah berganti beberapa kali, Gubernur dan Bupati malah sudah berganti lebih sering, Para pemimpin  dan pengelola pemerintahan teriri dari orang-orang hebat, Sarjana bertebaran dimana-mana, tapi nasib orang desa tidak banyak berubah, terutama mengenai beban-beban sosial yang akhirnya membebani ekonomi.

Oleh negara Rakyat sudah dikenai Pajak, tapi bagi masyarakat yang desanya tidak memiliki tanah bengkok, selain Pajak juga masih dibebani untuk membayar "JANGGOLAN" yaitu iuran Masyarakat untuk penghasilan Pamong desa.

Saya tiak tahu sejak kapan ada istilah Janggolan dan sejak pemerintahan siapa Janggolan diberlakukan, yang jelas kalu dilihat dari sistemnya ini merupakan sistem tinggalam Belanda.

Pemerintah Belanda mewjibkan para Bupati, Demang dan Lurah untuk menarik pajak dari warga masyarakat, tetapi Pemerintah tidak mau menggaji Bupati, Demang, lurah dan perangkatnya. Mereka harus mencari penghasilan sendiri, untuk itu diberi kewenangan menarik "JANGGOLAN dari warga masyarakat. Sistem ini ternyata diadopsi oleh pemerintah Indonesia setelah Merdeka bahkan dilestarikan sampai sekarang.

Logikanya Desa yang tiak memiliki tanah bengkok adalah desa "melarat", karena desanya melarat, masyarakatnyapun melarat. Lho orang sudah melarat ko masih dibikin tambah melarat dengan dibebani kewajiban membayar JANGGOLAN, sementara itu banyak Desa yang memiliki tanah bengkok, statusnya dirubah menjadi desa "Kelurahan" dimana segala sesuatunya diatur oleh PEMDA, tanah bengkoknya dijual oleh PEMDA.

Selain kewajiban bayar JANGGOLAN, masyarakat desa juga masih dibebani pungutan yang SUPER ANEH yaitu kewajiban membayar pajak PENERANGAN JALAN sebesar 9 % dari jumlah tagihan listrik tiap bulannya. Padahal yang menikmati Penerangan jalan adalah Orang Kota. Penerangan jalan di desa paling banyak diberi beberapa titik untuk satu desa, ketika masyarakat desa mengadakan penerangan sendiri secara swadaya, lampu penerangan jalan dicabut katanya tidak legal.

Dalam peningkatan sarana-[rasarana seperti membuat jalan misalnya, masyarakat desa punya kewajiban SWADAYA baik tenaga maupun uang, yang jika ditotal jumlahnya cukup besar, belum lagi kewajiban rutin berupa RONDA dan Kerja bakti lainny.

Jika dirasakan beban Sosial dan ekonomi masyarakat desa sangat berat, sementara sumber penghasilan sebagai petani tidak memadai. Hidup petani hanya sekedar numpang hidup, betapa tidak, sarana produksi semuanya mahal, tantangan berasal dari berbagai sumber, ya alam, modal, skill, sistem perdagangan komositas pertanian yang tidak memihak petani. Jadi pendek kata hidup petani ya Hidup-hidupan sekedar menunggu umur, jangan harap bisa hidup makmur jika sistem dan segalanya tidak berubah. Tapi siapa yang akam merubah ????

Jika diperinci, dalam satu tahun beban sosial dan ekonomi masyarakat desa khususnya desa JANGGOLAN yang mesti dikeluarkan antara lain sebagaio berikut :

1. Kerja Bakti (Kerigan )

2. Janggolan

3. Pajak PBB

4. Pajak Penerangan Jalan

5. Swadaya pembangunan Desa & Lingkungan

6. Dan lain-lain

Barangkali Calon Bupati Banyumas yang sekarang sedang berlomba mencari simpati masyarakat dapat merespon hal tersebut sehingga nantinya jika terpilih dapat meringankan beban masyarakat desa dengan jalan menghilangkan Kewajiban JAnggolan dan Kewajiban bayar Pajak Penerangan Jalan. Untuk penghasilan pamong toh sudah ada anggarannya dan juga ada dana ADD. Jika itu dianggap kurang banyak buat penghasilan Pamong............. ya siapasih yang pernah puas dengan apa yang diperoleh.

1 komentar:

  1. Mantap nih bang... kurang setuju juga dengan yang namanya JANGGOLAN yang notabene menambah beban masyarakat kecil...

    BalasHapus