Rabu, 09 Februari 2011

Ruwetnya Angkutan di Jakarta

Macet,adalah sebuah kata yang sangat biasa didengar oleh kebanyakan orang yang tinggal di Jakarta. Bahkan kata tersebut sudah menjadi alasan yang hampir tidak dapat dibantah lagi ketika orang terlambat dalam suatu pertemuan. Macet hampir “selalu” bahkan “selalu” menjadi tontonan dan juga makanan sehari-hari bagi penduduk jakarta.

Karena sangking seringnya, tidak sedikit orang yang kemudian berdamai dengan kemacetan itu. Tidak sedikit yang menjadikan macet sebagai sesuatu yang dimaklumi, tentu dengan alasn masing-masing. Tetapi pasti tidak lebih sedikit dari penduduk jakarta yang menyebutkan bahwa macet adalah sebuah masalah besar.Mungkin termasuk Anda bukan?

Sebagai warga jakarta yang setiap harinya harus melewati jalanan jakarta demi sesuap nasi dan selembar kain, terkadang saya hampir tidak bisa lagi bersabar dengan kemacetan jakarta. Ketika didepan saya sudah tidak ada lagi jalan, saya akan mencari celah, sekali celah terbuka saya akan ambil untuk melaju. Teori antri tetap saya gunakan, tetapi bukanlah antri di jalan yang seharusnya, melainkan antri untuk melewati celah jalan yang bisa dilewati, let say bahu jalan atau bahkan trotoar. Tidak jarang aksi seperti itu saya lakukan selama di jalanan jakarta, Tidak jarang pula aksi-aksi seperti itu menjadikan jalanan jakarta menjadi macet dan ruwet.

Masalah macet sebenarnya sudah menjadi concern dari banyak orang. Pemerintah pun saya yakin tidak tinggal diam dengan kemacetan jakarta itu. Mereka yang duduk di pemerintah pasti selalu memikirkan cara untuk mengatasi masalah tersebut. Berbagai terobosan untuk mengatasi masalah kemacetan digagas dan diwujudkan untuk itu. Busway, ya busway adalah salah satu bentuk terobosan pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencoba mengurai kemacetan jakarta yang makin hari makin mengular. Dengan membuat lajur khusus untuk transportasi massal dan dengan sarana transportasi yang cukup baik, diharapkan masyarakat dapat beralih ke moda transportasi ini ketimbang dengan kendaraan pribadi yang diduga sebagai salah satu penyebab masalah kemacetan jakarta.

Setidaknya busway sudah beroperasi sejak lebih dari 5 tahun lalu. Namun hingga sekarang, justru bukan makin lancar jalanan jakarta tetapi makin ruwet dan makin macet. Nampaknya beroperasinya busway tesebut belum mampu menjawab apalagi menyelesaikan masalah kemacetan itu. Kenapa bisa demikian? Dengan tulisan ini saya mencoba untuk memberikan padangan saya mengenai kemacetan di jakarta ini sekaligus mencoba untuk memberikan pendapat atau “urun rembug” untuk masalah tersebut.

Semua orang yang menjadikan macet sebagai sebuah masalah pasti menginginkan tidak ada lagi kata macet itu ada dalam kamus katanya. Dalam teori problem solving, untuk membuat suatu pemecahan masalah terlebih dahulu harus diidentifikasi masalahnya, penyebab dari masalah itu kemudian dirumuskan pemecahannya.

Baik, macet menurut saya adalah sebuah akibat. Banyak variabel yang menyebabkan kemacetan itu mulai dari saranan jalan yang sempit dan menyempit, jalanan rusak, jumlah kendaraan yang semakin membludak, regulasi yang tidak tegas dan tidak responsif hingga rendahnya disiplin pengguna jalan seperti saya. Hahaha, tapi itulah kenyataannya. Variabel – variabel tersebut saling berkorelasi antara satu dengan yang lain yang semakin lama menjadikan tingkat kemacetan ini semakin tinggi.

Kalau diteliti lebih dalam, sebab dari semua sebab diatas adalah pengguna jalan itu sendiri. Karena adanya jalan dan adanya kendaraan adalah karena adanya aktifitas manusia yang berpindah tempat. Semua orang memang harus berpindah tempat untuk menyambung hidupnya. Dan hampir semua orang yang berpindah tempat itu ingin mencapai tempat yang ia tuju secepat mungkin. Regulasi dibuat untuk menjaga agar orang-orang dalam mencapai tempat tujuannya dapat teratur tidak saling berbenturan satu sama lain.

Usulan konkret saya untuk masalah kemacetan ini terkait dengan regulasi antara lain:

Pertama, Atur moda transportasi berdasarkan hirarki kelas jalan. Jalan dengan 6 lajur atau lebih hendaknya hanya dilayani dengan angkutan umum yang besar seperti bus kota yang besar saat ini bukan dengan bus sebesar metromini/kopaja bahkan sebesar mikrolet atau ankudes. Jalan dengan 4 lajur hendaknya dilayani dengan bus sekelas motromini/kopaja dan jalan yang hanya memiliki 2 lajur dilayani dengan angkudes.

Kedua, Janganlah semua lokasi harus dihubungkan langsung dengan satu angkutan umum. Beberapa tempat di jakarta memang harus dihubungkan secara langsung dengan transportasi umum, tempat-tempat seperti itu adalah sentra-sentra ekonomi kota jakarta. Untuk tempat-tempat seperti itu, sediakanlah angkutan yang memadai secara jumlah syukur fasilitas. Namun ketika semua tempat harus dihubungkan secara langsung, yang terjadi adalah penumpukan pada suatu jalur. Misalnya gandaria-cililitan, gandaria-jatinegara, gandaria-kp.rambutan, kalisari-cililitan, kalisari pasar rebo, cibubur-pasar rebo mereka akan menumpuk pada jalan raya bogor, masih banyak contoh yang lainnya. Penumpukan trayek seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi ketika perizinan trayek tidak menjadi bisnis tersendiri. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi tempat-tempat mana yang harus disediakan transportasi langsung dan tidak, tentunya dengan tidak mengabaikan hirarki jalan yang saya maksud pada usulan pertama

Ketiga, batasi jumlah angkutan dalam satu jalur, bisa diatur dengan menggunakan shift atau lainnya. Tentu anda juga sering melihat, tidak jarang kita melihat dalam satu waktu angkutan dengan trayek yang sama menumpuk. Tidak sedikit angkutan-angkutan umum tersebut kosong dan kemudian berhenti untuk menunggu (ngetem). Hal ini karena saking banyaknya angkutan yang disediakan tidak sebanding dengan penumpang. Karena penumpang memilih menggunakan motor daripada naik angkutan yang terlalu sering ngetem. Tidak jarang yang akhirnya cenderung saling berebut penumpang. Seharusnya jumlahnya dibatasi, jadwal terbang diatur misalnya selang 5 menit, 7 menit atau 10 menit. Mungkin yang bisa diterapkan segera untuk saat ini adalah pengaturan jumlah armada angkutan dengan sistem shift.

Keempat, Perbaiki pengaturan trayek. Usulan ini terkait dengan usulan kedua. Trayek angkutan di jakarta nampak sekali semrawut, ruwet dan tidak profesional. Kondisi seperti itulah yang membuat sebagain warga jakarta lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang angkutan umum. Selain kesemrawutan trayek seperti penumpukan beberapa trayek di beberapa jalur, banyak tempat di jakarta ini yang tidak tersentuh oleh angkutan umum. Hal inilah yang semakin membuat warga jakarta enggan untuk menggunakan angkutan umum karena musti berjalan cukup jauh untuk mencapai angkutan umum tersebut.

Keima, tunjukkan i’tikad baik dan langkah konkret untuk memecahkan masalah kemacetan, dengan begitu awareness warga jakarta akan terpompa dan akan tergerak untuk bersama-sama melakukan perubahan. Mencoba dan terus mencoba dengan membuat terobosan yang tidak diiringi dengan kepentingan-kepentingan individu atau golongan namun semata-mata untuk kepentingan umum pasti akan menjadikan warga jakarta tergugah sifat kegotong-royongannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar